Jurnal Online menemukan artikel menarik di jejaring sosial Quora.com pada hari ini, Minggu (9/08/2020). Yakni tentang artikel keperawanan wanita yang ditulis oleh akun bernama Narpati Wisjnu Ari Pradana.
Dalam statusnya itu, dia memulai tulisannya itu dengan judul : Mengapa keperawanan di Barat tidak penting?
Mengawali teks yang ia bagikan, akun tersebut bercerita tentang Keperawanan dalam Islam. Menurutnya keperawanan di dalam Islam juga tidak penting. Berikut artikel lengkap dan menariknya:
Keperawanan di Islam juga tidak penting. Terbukti Rasulullah menikahi janda-janda.
Tradisi mempedulikan keperawanan adalah tradisi Yahudi, di mana pengantin baru akan diperiksa sprei-nya setelah malam keperawanan. Saya tidak yakin Yahudi sekarang masih meneruskan tradisi ini.
Bagaimana di Islam? Tidak pernah ada cerita tentang tes keperawanan. Bahkan dalam kasus suami menuduh istri berzina, setelah mereka diceraikan setelah proses saling melaknat pun, si wanita pun tetap dianggap sebagai suci, bukan penzina.
Saya kutip dari Menuduh Istri Selingkuh yang dibahas situs Almanhaj (ini terkenal sebagai situs Salaf yang konservatif)
1. Keduanya terbebas dari jeratan hukum, baik hukuman sebagai penuduh zina (Haddul Qâdzif) atau hukuman zina. Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’aladalam surat an-Nûr ayat 6-9.
2. Wanita tersebut tidak boleh dituduh berzina untuk yang kedua kali dan tidak boleh dikatakan ia telah berzina setelah proses mulâ’anah. Demikian juga anaknya tidak boleh disebut anak zina.
Ingat juga bahwa mempertanyakan keperawanan seorang wanita berarti ia menuduh wanita itu berzina (qadzaf) dan dalam Islam, tak bisa mendatangkan 4 saksi berarti bakal dicambuk balik.
Jadi, saya harus bertanya buat para pria yang mempermasalahkan keperawanan. “Agama anda apa sih?”. Kalau agama anda Yahudi maka baiklah, saya tak perlu ikut campur.
Catatan:
Tentang tradisi Yahudi dan Keperawanan bisa dibaca (dalam Bahasa Inggris) di Virgin Brides, Premarital Sex, and Jewish Patriarchal Ownership of Female Bodies
UPDATE (terkait zina):
Tampaknya ada yang menyambungkan keperawanan dengan zina. Jawabannya adalah, tidak ada hubungan langsung antara keperawanan dengan zina.
Jangan rancu antara “perawan” dengan “suci”.
wanita yang diperkosa itu tidak perawan tetapi suci!
wanita menikah itu tidak perawan tetapi suci!
wanta yang diceraikan oleh suaminya, tidak terbukti berzina, tidak perawan tetapi suci.
Selain itu, selaput perawan atau hymen, juga bisa koyak walaupun tanpa hubungan seks seperti kecelakaan atau karena olahraga seperti berkuda atau sepeda.
Selain itu, bentuk selaput keperawanan bukanlah dinding penuh yang baru akan koyak setelah dimasuki benda asing (seperti kemaluan laki-laki). Bentuknya menempel di pinggir. Jadi ada kasus di mana seorang wanita tetap perawan walaupun sudah melakukan hubungan seks. Apalagi kalau hubungan seks itu tidak melibatkan vagina seperti dry humping, oral sex, atau Bahkan anal sex.
Lalu terkait zina sendiri, ada beberapa prinsip di Islam:
1. diwajibkan untuk selalu berprasangka baik. Bahkan berada berdua dengan lawan jenis sendirian di kamar bukanlah bukti kuat untuk zina dalam Islam (ingat cerita Yusuf alaihi salam dan Zulaikha)!
2. Bahkan sikap Nabi saat ada sahabat yang ingin dihukum adalah Nabi selalu berusaha menimbulkan keraguan, agar tak perlu ada penerapan hukum, sesuai kaidah الحدود تُدرأ بالشبهات (al-Hudūd Tudra’u bi as-Syubuhat — “hukum hudud bisa digugurkan dengan keraguan”). Hanya karena dipaksa oleh sahabat tersebut, Nabi akhirnya menjalankan hukuman!
3. Umar ibn Khattab melarang seorang ayah menceritakan pada calon menantunya bahwa anaknya pernah berzina.
Ustadz Ammi Nur Baits, dalam Konsultasi Syariah, mengutip hadits dalam Muwatha:
مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ
“Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, no. 1508)
sumber: Jangan Ceritakan Dosa Zina Kepada Siapapun Sampai Mati! KonsultasiSyariah.com
Ustadz Buya Yahya pun juga berpandangan sama dengan Ammi Nur Baits bahwa zina tidak perlu diceritakan Bahkan kepada suaminya (walau untuk yang ini saya tak sepakat, menurut saya keterbukaan pada calon tetap perlu, atau setidaknya test lah apakah membawa penyakit menular seksual sebelum menikah).
Jadi saya tetap berpegang bahwa Islam tidak mementingkan keperawanan.