Dilema Pilkada di Masa Pandemi

Aji Setiawan DPC Sekretaris PPP Purbalingga
Aji Setiawan DPC Sekretaris PPP Purbalingga

Pilkada adalah kegiatan yang melibatkan banyak orang tidak hanya pada hari pemungutan suara, tapi juga pendataan pemilih, serta selama masa kampanye dan penetapan hasil. Untuk mencegah atau mengurangi interaksi orang, penerapan protokol kesehatan harus menjadi bagian dari kode etik, dan dapat diberikan sanksi bagi yang melanggar. Dalam konteks ini, KPU harus merencanakan kegiatan pilkada secara menyeluruh untuk mencegah tindakan yang mengarah pada risiko yang minimal.

Tahapan kampanye dan pemungutan suara akan menjadi titik krusial yang rawan risiko penyebaran virus. Kampanye terbuka di lapangan akan memiliki risiko lebih besar dibanding pertemuan terbatas dengan menjaga jarak fisik yang ditentukan. Tingginya kasus infeksi Covid-19 di kalangan politisi di Iran yang ditengarai akibat kontak dengan konstituen selama pemilihan, harus dijadikan pelajaran.

Juru kampanye dan peserta kampanye harus menjaga jarak yang aman sesuai protokol kesehatan dengan memakai masker atau APD, serta mengurangi sentuhan yang tidak perlu selama kampanye. Lokasi dan segala peralatan pendukung kampanye seperti sound system, mikrofon, layar, dan peralatan musik, harus disterilkan. Calon dan juru kampanye harus menjadi contoh yang baik tentang tindakan pencegahan untuk mengurangi penyebaran Covid-19.

Peluang yang sama untuk kampanye menjadi penting untuk pilkada yang adil. Semua peserta pilkada harus memiliki akses yang adil ke media, termasuk pengaturan dana kampanye. KPU dapat memfasilitasi media pengenalan gambar setiap pasangan calon dan platform politiknya di tempat-tempat strategis yang telah ditentukan. Debat calon bisa lebih banyak dilakukan untuk menghadirkan visi, misi, dan program bagi pasangan calon.

Tempat pemungutan suara (TPS) harus dipilih di lokasi yang aman dan mudah diakses dengan protokol kesehatan. Mulai dari masuk lokasi, antrean, tempat cuci tangan, tata letak kursi petugas dan undangan, ke luar lokasi, serta jumlah pemilih untuk menghindari kerumunan sehingga berpotensi terjadinya kontak langsung dengan yang lain. Dalam kasus Covid-19, kelompok pemilih rentan berisiko tinggi seperti orang tua dapat didahulukan dan bisa didampingi keluarga atau petugas di TPS agar tidak menghabiskan waktu antrean saat pencoblosan.

Selain dilatih, penerapan protokol kesehatan dan mitigasi risiko, petugas di TPS harus dilengkapi APD. Perlu juga dibentuk TPS khusus untuk orang yang didiagnosis dengan Covid-19. Untuk mengurangi risiko kontak antarorang di TPS, KPU bisa membuat protokol yang menggambarkan rute tata cara pencoblosan sejak awal hingga akhir, termasuk sanitasi tangan saat masuk atau ke luar setelah pencoblosan di TPS.

Menjaga Demokrasi

Dari pengalaman Korea Selatan dan sejumlah negara yang menyelenggarakan pemilihan saat pandemi, langkah-langkah yang harus diperhatikan oleh petugas di TPS berkisar dari memastikan jarak fisik, penggunaan pembersih tangan, dan penanganan khusus terhadap kelompok rentan seperti orang tua. Kemudian pentingnya perlindungan kesehatan para petugas di TPS dalam melayani penyaluran hak demokrasi dan menjaga kesehatan pemilih.

Pandemi Covid-19 telah mengganggu cara normal kita dalam melakukan sesuatu yang akan berdampak pada demokrasi. Tetapi kita harus berusaha membatasi dampak ini. Setiap negara harus mempertimbangkan keadaan dan kemampuannya untuk mengadakan pemilihan sambil tetap menjaga kesehatan para pemilihnya. Karena krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 ini jarang terjadi, banyak KPU di seluruh dunia minim pengalaman terhadap masalah ini.

Mengadakan pilkada di tengah krisis kesehatan masyarakat adalah mungkin, tetapi perencanaan yang besar diperlukan untuk menghindari agar tidak memperburuk situasi yang sudah mengerikan. Untuk itu, melindungi kesehatan demokrasi sambil melindungi kesehatan masyarakat harus menjadi pedoman KPU dalam merancang tahapan pilkada serentak 9 Desember 2020 yang sempat tertunda.

Untuk itu, dalam pilkada serentak yang akan diikuti 270 daerah, terdiri dari 9 provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 kota, KPU membutuhkan dukungan dan partisipasi masyarakat, serta partai politik dan pemerintah, untuk menavigasi kompleksitas setiap tahapan pilkada. Termasuk berkoordinasi dengan otoritas kesehatan untuk membuat keputusan yang rasional dengan mempertimbangkan faktor politik dan kesehatan masyarakat untuk melindungi pemilih. (***) Aji Setiawan,ST,Wakil Sekretaris Cabang PPP Purbalingga Jawa Tengah

Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait