Ada yang membuat kaget hari ini di saat harga-harga produk pertanian jatuh, seperti komoditas kobis, cabai, tembakau, jagung, garam, mrica, minyak sawit/CPO, bawang putih, kunir putih ada juga produk pertanian yang harganya membumbung tinggi, seperti Jahe, Cengkih, Kapulaga, Kelapa, Coklat, Gula, Vanili. Padahal pupuk menghilang dan obat-obat pertanian harganya tinggi.
Tren ketidaknormalan hukum pasar ekonomi adalah tergantung dari supply dan demand bisa seimbang. Mekanisme pasar adalah ketika barang sedikit, harganya tinggi. Barang berlimpah, harganya jatuh. Buruknya harga-harga pertanian terkait juga dengan kualitas dari produk yang ada dan juga kegagalan kita bersama dalam mengelola mekanisme pasar.
Bahkan beberapa produk tertentu kita harus impor, yang tentu saja harganya membuat di pasar harganya memang sudah di atas rata-rata.
Upaya untuk ekspor produk dari dalam negeri mestinya ditingkatkan baik keunggulan komparatif maupun kompetitif.
Bagaimana mungkin CPO kita akan bersaing, kalau dari hulu sampai hilir larinya ke Singapura dahulu dengan kualitas yang rendah. Padahal kalau CPO bisa diolah dulu menjadi produk turunan CPO seperti Margarine, Sabun dll sebelum masuk ekspor ke luar negeri, tentu harga minyak sawit tidak jatuh. Pun gula, kelangkaan produksi gula dalam negeri, yang setahu penulis sejak jaman Belanda, tiap karsidenan ada pabrik gulanya.
Apakah strategi lokal untuk menjamin pasokan bahan baku dan distribusi gula bisa merata dan baik. Miris sekali juga dengan bawang putih, di daerah Nusa Tenggara yang penduduknya minus dan berlimpah bawang harga bawang justru jatuh. Sementara impor ilegal bawang putih merajalela.
Petani tentu banyak keluhan. Panen padi kali ini bisa dikatakan sangat miris. Untuk sawah 1 hektar ada yang cuma 4 kwintal. Ada beberapa penyebabnya gagal panen kali ini! pupuk langka, wereng merajalela sehingga padi dipusokan pada usia dini. Harga Gabah Kering, sekarang di kisaran 500-530 ribu per kuintal.
Untuk memperkuat sektor produksi pertanian dibeberapa Kabupaten di Jawa Timur dan Jawa Tengah menggandeng pabrik pupuk. Pemerintah daerah menggandeng Petrokimia Gresik dalam menyemprotkan pupuk NPK dan organik, di lahan pertanian seluas 20 hektare.
Direktur Utama Petrokimia Gresik Rahmad Pribadi, menjelaskan kegiatan ini merupakan upaya perusahaan untuk intensifikasi pertanian menjadi salah satu strategi menggenjot produktivitas tanaman pangan di tengah ancaman krisis pangan.
Selain penyemprotan massal, Petrokimia juga menghadirkan klinik pertanian, yaitu melalui Mobil Uji tanah untuk konsultasi pemupukan dan pengendalian hama.
“Kami juga laksanakan kegiatan ini secara beruntun di enam Kabupaten di Jawa Timur dan Jawa Tengah, dan tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan sosialisasi dan edukasi serupa di berbagai daerah lainnya,” kata Rahmad.
Sementara penggunaan pupuk organik Phonska Oca, lanjut Rahmad, merupakan upaya perusahaan untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan melalui peningkatan produktivitas tanaman sekaligus perbaikan kondisi tanah.
“Hal ini sangat penting mengingat berdasarkan data Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), setidaknya 70 persen dari 8 juta hektare lahan sawah di Indonesia kurang sehat. Artinya, sekitar 5 juta hektare lahan sawah memiliki kandungan bahan organik yang rendah,” katanya.
Kondisi ini, kata dia, disebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah penggunaan pupuk anorganik dan pestisida yang berlebihan dalam jangka panjang yang menyebabkan kandungan bahan organik dalam tanah terdekomposisi dan semakin sedikit.
“Untuk itu melalui kegiatan ini kami ingin meningkatkan kesadaran petani tentang pentingnya penggunaan pupuk organik, dalam hal ini adalah Phonska Oca,” katanya.
Phonska Oca merupakan gabungan antara pupuk majemuk NPK dan pupuk organik dalam bentuk cair, dengan kandungan C-Organik minimal 6 persen, unsur hara Nitrogen, Fosfor (P), Kalium (K), dan diperkaya unsur mikro serta mikroba yang sangat bermanfaat untuk tanaman.
Jadi tantangan dunia pertanian adalah berdiri di dua kaki, selain harus berswasembada pangan juga berorientasi ekspor pada sisi agrobisnis tanaman hortikultura.
Paling miris lagi saat ini saat ini jumlah petani di desa jauh berkurang. Karena penduduk sudah memilih bekerja di pabrik dan sektor infrastruktur. Namun dengan berbagai cabaan dan rintangan dunia pertanian, petani sungguh tangguh. Apa yang ditanam, setidaknya mampu memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri, tanpa banyak berkeluh kesah dan menanti uluran tangan penguasa dan pengusaha.(***) Aji Setiawan, pemerhati masalah sosial ekonomi tinggal di Purbalingga Jawa Tengah.