Menghitung Pertarungan Wacana di Media Dunia ini ada realitas bentukan dan ada realitas yang sebenarnya

cilacap info featured
cilacap info featured

JURNAL ONLINE – Pencitraan adalah upaya mempermak realitas yang biasa-biasa jadi luar biasa. Media biasa melakukan itu dengan teknik framming.

Salah satu Koran Jakarta yakni Rakyat Merdeka dan Majalah Ibu kota pernah melakukan permak kulit muka dengan Judul dan Tampilan yang bikin khalayak kepincut membelinya.

Sebenarnya berita biasa saja, tapi judulnya dibuat lebih besar, lebih menggigit, lebih berani dan tampilan warna dominan menyala. Awal muncul Harian Rakyat Merdeka konon pernah sampai 600 000 exlrmplar.

Saya kira media massa yang mencapai di atas itu ya Kompas, Suara Merdeka dan Jawa Pos. Sulit memang menghitung oplah, di saat media kurang laku rata-rata media nasional 100000-250000 ex perhari sebut saja Media Indonesia, Bisnis Indonesia, Tempo, Warta Kota, Republika, Fajar, Kedaulatan Rakyat dll.
Koran lokal, saya kira 50000-100000 ex dimana di bawah grup besar Media Nasional, sebut saja Kompas dengan Tribun, Jawa Pos dengan Radar, dll.

Tentu bisa dibayangkan untuk mencukupi gaji wartawan dan karyawan, hampir dipastikan masih setara UMR. Memasuki era digital sekarang, media online diukur dari hitter atau jumlah pengunjung. Ada 3 media online yang tercatat mencapai 1 juta jitter di masa lalu yakni suaramerdeka, nu Online dan kompas.

Berbagai berita news yang di bawah itu sebut saja detik, VIVAnews, Okezone dll. Apakah media berafiliasi dengan partai politik tertentu? Saya jawab tidak. Kalau isinya dominasi dari pihak tertentu, bisa iya bisa tidak.

Tergantung progresivitas dari partai politik untuk masuk ke ranah media. di era pilkada sekarang ini, penulis sarankan kepada timses untuk berkoordinasi saja dengan iklan adventorial media.

Membangun opini publik dalam bentuk narasi baik opini, berita dan iklan kampanye melalui ruang media baik media umum, media sosial agar bisa merebut simpati khalayak oleh tim Pilkada adalah sah-sah saja. Selain kampanye yang terjadwal dan door to door, karena Pilkada kali ini bersifat langsung.

Di mana setiap orang memilih one man,one vote. Sebab bila tidak dikelola secara sinergis, justru akan menghasilkan iklim jurnalisme yang buruk. Dengan tuduhan si wartawan nantinya dikira memihak kubu sebelah.Memang pakem wartawan tidak boleh berpihak. Netral.

Memang ada konten online media lokal, tapi karena belum terkenal setengah matipun dikembangkan jumlahnya bisa dilacak dari jumlah anggota group itu di media sosial berbasis Facebook, nanti akan kelihatan anggotanya dan jumlah yang like dan dislike.

Sesungguhnya Pilkada kali ini di tengah pandemi Covid, sehingga ada mematuhi prosedur protokol kesehatan. Untuk meningkatkan partisipasi pemilih dan dukungan, berbagai pihak yang ingin menyebar berita positif bisa melakukan kampanye digital yang tidak kenal hari berkampanye.

Hampir semua tahapan Pilkada kali ini harus menyesuaikan standar protokol kesehatan. Perpu No 4, Perpu No 5, Revisi Perpu No 10 Tahun 2020 membatasi kerumunan massa hanya 50 orang toleransi Banwaslu 100 orang.

Mari kesepakatan ini dipahami dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran patuh dengan undang-undang. Era digital memungkinkan cara menyebarkan pesan kegiatan melalui live striming. Karena nya selain acara harus dikemas secara baik dan menarik, juga tim medsos dan kompanye digital perlu memperluas pancaran atau spektrum penyebaran konten dari kompanye.

Memang inilah tantangan era digitalisasi yang paling baru sepanjang sejarah. Hanya dengan pendidikan politik yang dikemas mampu menarik simpati khalayak sehingg masyarakat luas punya referensi yang memadai untuk memilih calon pemimpinnya.

Kebijakan KPU, Pemerintah, Banwaslu, Polri dan kesepakatan Tim Paslon harusnya menjadi kesepakatan bersama (kolektif kolegial) untuk menyambut tahapan demi tahapan pilkada serentak kali ini. Dengan jumlah masa dibatasi harapannya bisa menekan cost politik dan ide-ide adu program atau visi dan misi Paslon bisa tersampaikan secara luas.

Sepanjang pantauan penulis, kampanye digital melalui medsos hampir berlangsung tiap waktu. yang jadi persoalan adalah kebosanan, kurang kreatif dan ujaran saling menyerang pihak lawan bisa dikurangi dan dihindari.

Perbedaan jangan dimasukan ke hati.Persatuan di atas segala-galanya demi kemajuan bersama.(***) Aji Setiawan,ST penulis adalah mantan ketua PWI Reformasi Korda Yogyakarta

Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait