Keadilan dan Kepastian Hukum Dimensi

ilustrasu hukum dan keadilan
ilustrasu hukum dan keadilan

Keadilan dan Kepastian Hukum Dimensi hukum mengandung dua terminologi yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, yaitu keadilan dan kepastian hukum. Secara terminolgis keadilan dipahami sebagai memberi kepada setiap orang apa yang menjadi haknya di satu sisi dan pada sisi yang lain hukum memastikan apa yang menjadi hak setiap orang.

Keadilan dan kepastian hukum merupakan dua terminologi yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Secara terminolgis keadilan dipahami sebagai memberi kepada setiap orang apa yang menjadi haknya di satu sisi dan pada sisi yang lain hukum memastikan apa yang menjadi hak setiap orang.

Keadilan dan kepastian hukum merupakan dua terminologi yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Secara terminolgis keadilan dipahami sebagai memberi kepada setiap orang apa yang menjadi haknya di satu sisi dan pada sisi yang lain hukum memastikan apa yang menjadi hak setiap orang.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, hukum di Indonesia saat ini condong ke arah konsep keadilan retributif atau keadilan yang berkaitan dengan adanya kesalahan.
Menurut Mahfud, jalannya keadilan retributif ini merujuk pada penegakan hukum yang sesuai Undang-undang (UU).

Sekarang ini kita lebih pada keadilan retributif, menegakkan hukum secara apa adanya. Pokoknya penegakan hukum sesuai dengan UU. yang salah ditindak, yang benar dibebaskan. Sehingga yang muncul kemudian di masyarakat adalah keadilan yang koruptif dan manipulatif. Hukum menjadi menghukum dan membebaskan orang sesukanya.

Hukum harus memiliki hati nurani. Sebab, hukum bukan alat memenangkan persaingan, tetapi untuk mencapai kedamaian.
Patut diketahui bersama sistem hukum Indonesia saat ini mudah sekali memasukan orang ke penjara. Hukum sepatutnya menyelesaikan secara damai untuk hal-hal yang secara manusiawi, logis, dan rasa, tidak perlu dibawa ke pengadilan atau tidak perlu dihukum berat. Hukum juga harus memperhatikan nasib korban.

Dalam menciptakan harmoni di tengah kehidupan masyarakat, konsep restorative justice atau keadilan restoratif perlu diterapkan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, hukum di Indonesia saat ini condong ke arah konsep keadilan retributif atau keadilan yang berkaitan dengan adanya kesalahan.

Menurut Mahfud, jalannya keadilan retributif ini merujuk pada penegakan hukum yang sesuai Undang-undang (UU).

Saat ini kita lebih pada keadilan retributif, menegakkan hukum secara apa adanya. Pokoknya penegakan hukum sesuai dengan UU. yang salah ditindak, yang benar dibebaskan,l.

Sehingga yang muncul kemudian di masyarakat adalah keadilan yang koruptif dan manipulatif. Hukum menjadi menghukum dan membebaskan orang sesukanya. Dengan demikian hukum harus memiliki hati nurani. Sebab, hukum bukan alat memenangkan persaingan, tetapi untuk mencapai kedamaian.

Sistem hukum Indonesia saat ini mudah sekali memasukan orang ke penjara. Hukum sepatutnya menyelesaikan secara damai untuk hal-hal yang secara manusiawi, logis, dan rasa, tidak perlu dibawa ke pengadilan atau tidak perlu dihukum berat. Hukum juga harus memperhatikan nasib korban.

Dalam menciptakan harmoni di tengah kehidupan masyarakat, kata Mahfud, konsep restorative justice atau keadilan restoratif perlu diterapkan.

Menurut Mahfud, hukum dalam konsep keadilan restoratif bukan untuk menang atau menghukum orang, tetapi untuk membangun harmoni. Kepada para penegak hukum harus mengambil roh keadilan restoratif. Kejahatan ditindak tegas, tapi akomodatif pada hal-hal ringan yang bisa diselesaikan secara baik.

Di samping itu, kita perlu mengapresiasi Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung yang kini mulai menerapkan konsep keadilan restoratif

Penerapan konsep keadilan restoratif tersebut terutama berkaitan kasus dengan ancaman pidana di bawah 5 tahun dan denda di bawah Rp 2.500.000. Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum.

Tujuan hukum bukan hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya. Putusan hakim misalnya, sedapat mungkin merupakan resultant dari ketiganya. Sekalipun demikian, tetap ada yang berpendapat, bahwa di antara ketiga tujuan hukum tersebut, keadilan merupakan tujuan hukum yang paling penting, bahkan ada yang berpendapat, bahwa keadilan adalah tujuan hukum satu-satunya.

Ulpianus (200 M) menggambarkan keadilan sebagai justitia constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuendi (keadilan adalah kehendak yang terus menerus dan tetap memberikan kepada masing-masing apa yang menjadi haknya), atau tribuere cuique suum to give everybody his own, keadilan memberikan kepada setiap orang yang menjadi haknya. Perumusan ini dengan tegas mengakui hak masing-masing person terhadap lainnya, serta apa yang seharusnya menjadi bagiannya, demikian pula sebaliknya.

Keadilan sudah dibicarakan sejak zaman dulu kala. Dalam hubungan antara keadilan dengan negara, Plato (428-348 SM) menyatakan, bahwa negara ideal apabila didasarkan atas keadilan, dan keadilan baginya adalah keseimbangan dan harmoni. Harmoni di sini artinya warga hidup sejalan dan serasi dengan tujuan negara (polis), di mana masing-masing warga negara menjalani hidup secara baik sesuai dengan kodrat dan posisi sosialnya masing-masing.

Aristoteles (384-322 SM) dalam karyanya Nichomachean Ethics mengungkapkan, bahwa keadilan mengandung arti berbuat kebajikan, atau dengan kata lain, keadilan adalah kebijakan yang utama. Menurut Aristoteles, justice consists in treating equals equality and un-equals un-equality, in proportion to their inequality. Prinsip ini beranjak dari asumsi untuk hal-hal yang sama diperlakukan secara sama, dan yang tidak sama juga diperlakukan tidak sama, secara proporsional.

Perkembangan lebih lanjut tentang keadilan, Thomas Aquinas (1225-1274) mengajukan tiga struktur fundamental (hubungan dasar), yaitu :

(a)hubungan antar individu (ordo partium ad partes)!
(b) hubungan antar masyarakat sebagai keseluruhan dengan individu (ordo totius ad partes)! dan
(c) hubungan antar individu terhadap masyarakat secara keseluruhan (ordo partium ad totum).

Menurut Thomas Aquinas, keadilan distributif pada dasarnya merupakan penghormatan terhadap person manusia dan keluhurannya. Dalam konteks keadilan distributif, keadilan dan kepatutan (equity) tidak tercapai semata-mata dengan penetapan nilai yang aktual, melainkan juga atas dasar kesamaan antara satu hal dengan hal lainnya. Ada dua bentuk kesamaan, yaitu:

(a) kesamaan proporsional! dan
(b) kesamaan kuantitas atau jumlah

Friedmann menyatakan, bahwa formulasi keadilan Aristoteles merupakan suatu kontribusi terbesarnya bagi filsafat hukum. di samping itu, ia juga membedakan keadilan menurut hukum, dan keadilan menurut alam. Keadilan alamiah adalah keadilan yang daya berlakunya tidak dipengaruhi oleh ruang dan waktu, serta keberadaannya bukan hasil pemikiran masyarakat. Keadilan hukum adalah keadilan yang pada asalnya tidak berbeda, tetapi bilamana telah dijadikan landasan, ia menjadi berlainan.

Thomas Aquinas membedakan keadilan atas dua kelompok, yaitu keadilan umum (iustitia generalis) dan keadilan khusus (iustitia specialis). Keadilan umum adalah keadilan menurut kehendak undang-undang, yang harus ditunaikan demi kepentingan umum. Selanjutnya, keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau proporsionalitas. Keadilan khusus ini dibedakan menjadi :

(1) keadilan distributif (justitia distributiva)!
(2) keadilan komutatif (iustitia commutativa), dan
(3) keadilan vindikatif (justitia vindicativa).

Keadilan distributif adalah keadilan yang secara proporsional diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum. Sebagai contoh, negara hanya akan mengangkat seorang menjadi hakim, apabila orang itu memiliki kecakapan menjadi hakim.

Keadilan komutatif adalah keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dan kontraprestasi. Keadilan vindikatif adalah keadilan dalam tindak pidana. Seorang dianggap adil apabila ia dipidana badan atau denda sesuai dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindak pidana yang dilakukannya.

Pemikiran kritis memandang, bahwa keadilan tidak lain sebuah fatamorgana, seperti orang melihat langit yang seolah-olah kelihatan, akan tetapi tidak pernah menjangkaunya, bahkan juga tidak pernah mendekatinya. Walaupun demikian, haruslah diakui, bahwa hukum tanpa keadilan akan terjadi kesewenang-wenangan.

Sebenarnya keadilan dan kebenaran merupakan nilai kebajikan yang paling utama, sehingga nilai-nilai ini tidak bisa ditukar dengan nilai apapun. Dari sisi teori etis ini, lebih mengutamakan keadilan hukum dengan mengurangi sisi kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, seperti sebuah bandul (pendulum) jam. Mengutamakan keadilan hukum saja, maka akan berdampak pada kurangnya kepastian hukum(*) Aji Setiawan dan Mahmuzar.

Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait