Abstraksi di Indonesia sendiri penyalahgunaan alkohol menjadi masalah kesehatan yang cukup serius. Sering munculnya pemberitaantentang tata niaga minuman beralkohol setidaknya merupakan indikasi bahwa minuman beralkohol banyak dikonsumsi oleh masyarakat di negara dengan mayoritas penduduk muslim ini.
Sudah sering terungkapbahwaminuman beralkohol hanyaakan memberikanefeknegatif(mabuk)bagipeminumnya,bahkanpada beberapa kasus justru berakibat pada kematian, namun setiap tahun jumlah pecandu minuman beralkohol bukan berkurang, justru semakin meningkat. Bagi beberapakalangan, mabuk minuman beralkohol, dianggapsebagaisarana untuk unjuk kegagahan atau kejantanan.
A. PENDAHULUAN
Penyalahgunaan alkohol yang terjadi di Indonesia menurut WHO, (WHO SEARO, 2002), dari tahun ke tahun selalu meningkat! Tahun 1986tercatat 2,6% pria pengkonsumsi alkohol yang berusia rata-rata 20 (dua puluh) tahun ke atas, sementara untuk wanita tercatat sekitar O,8%.
Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada 2007 jumlah remaja pengonsumsi alkohol masih di angka 4,9 persen. Tapi pada 2014, berdasarkan hasil riset yang dilakukan GeNAM jumlahnya melonjak hingga angka 23 persen dari total jumlah remaja saat ini sekitar 63 juta jiwa atau sekitar 14,4 juta orang.
Belum lama ini enam nyawa pemuda dari bonek Persebaya tewas melayang usai meminum miras oplosan di Subang, Jawa Barat. mereka datang dari Surabaya dengan niat ikut meramaikan Kongres PSSI di Bandung.
Minuman keras dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, sepertinya sudah tidak asing lagi. Saat ini, minuman beralkohol dikonsumsi oleh remaja, orang dewasa, hingga Orang Tua yang sudah berumur, kesadaran masyarakat kita tentang bahaya minuman beralkohol masih sangat minim. Seperti halnya masyarakat yang hidup di Jalur Pantura, mereka terbiasa merayakan pesta sehabis panen dengan minuman beralkohol.
Kehidupan nelayan di laut pun, tidak jauh dari pengaruh minuman beralkohol, malah dikonsumsi pada saat mereka melaut, dengan alasan untuk menghangatkan badan dari terpaan angin laut.
Sebenarnyaalasan tersebut hanya sekedar menutupi bahaya dari minuman beralkohol, kehidupan masyarakat tepi laut yang seperti itu terbentuk, seperti sudah menjadi kebiasaan, maka dari itu berlangsung turun temurun, dimana kehidupan mereka tidak bisa lepas dari minuman beralkohol.
Darisegikehidupansosial,minumanberalkohol sangatberpengaruh terhadap kehidupan sosial.Biasanya,seseorangmengonsumsi minuman keras, cenderung didorong oleh keadaan ekonomi minim, kondisi keluarga yang tidak harmonis, masalah yang dihadapi dan lain sebagainya.
Masyarakat kita belum sadar bahwa dengan mengonsumsi minuman beralkohol, mereka hanya mendapatkan banyak kerugian, untuk itu pemerintah diharapkan dapat mencari solusi terbaik untuk kasus-kasus minuman beralkohol yang masih marak di negara kita ini.
B. AMANAH KONSTITUSI.
Konstitusi Indonesia Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 menyebulkan bahwa negara berdasar Ketuhanan yang Maha Esa. Artinya kehidupan masyarakat di dalamnya terbentuk dalam bingkai ajaran agama. Secara ideal sebagai negara yangberagama, akanlebihmudahmengatur perkembangan minuman beralkohol atau yang sering juga disebut minuman keras (miras) yang setiap saat dapat mengancam jiwa manusia.
Perlu disadari bahwa adanya tuntutan masyarakat untuk membuat peraturan hukum/undang-undang tentang larangan minuman beralkohol (UU Minol), jangan disalah-artikan bahwa itu adalah keinginan/kepentingan sebagian umat Islam dalam rangka menerapkan syariat Islam. Tuntutan dibentuknya UU tentang Larangan Minuman Beralkohol lebih dikarenakan bahaya minuman keras itu sendiri dalam kehidupan manusia.
Sebagai contoh di Amerika Serikat meskipun pemerintah AS tidak merujukpadaagamaIslam,PresidenReagan(1986)telahmelakukan kampanye larangan minuman beralkohol (say no to alcoho) dan memberlakukan UU Larangan Minuman Beralkohol yang pada intinya berupa pelarangan dengan pengecualian.
Memang sungguh dilematis di negeri kita ini. Dalam konstitusi menegaskan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa, namun dalam menyikapi perkembangan tentang minuman berlakohol pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa.
Perkembangan minuman beralkohol tidakhanyamenjadiancaman bagiumatIslamyangsecarategas mengharamkandi dalamkitabsucinya, namunminumanberalkohol juga merupakan ancaman bagi hidup dan kehidupan manusia dimuka bumi ini, khususnya di Indonesia. Sedangkan hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dalam kehidupan manusia merupakan Hak Asasi Manusia(HAM) yang dijamin dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945) yang berbunyi: Setiap orang berhak hidup sejahteralahir batin,bertempat tinggal, danmendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Hak dasar ini tidak boleh dilanggar oleh siapa pun dan harus dijunjung tinggi dan dihormati agar setiap orang dapat menikmati kehidupannya dengan sejahtera. Salah satu program pembangunan nasional adalah meningkatkan mutusumber dayamanusiadanlingkunganyangsalingmendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan rehabiitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut. Dan untuk mencapai hal tersebut, diperlukan pengaturan tentang pengendalian dampak minuman keras terhadap kesehatan.
C. DAMPAK MINOL
Adapun dampak negatif minuman beralkohol antara lain sebagai berikut! GMO (Gangguan Mental Organik), yang mengakibatkan perubahan perilaku seperti bertindak kasar, sehingga bermasalah dengan keluarga,masyarakat, dan kariernya.Perubahan fisiologis, seperti mata juling, muka merah, dan jalan sempoyongan. Kemudian, perubahan psikologi,seperti susah konsentrasi, bicaramelantur,mudah tersinggung, dan lainnya.
Dampak kedua, merusak Daya Ingat. Pada usia remaja (17-19 tahun), otak manusia masih mengalami perkembangan pesat, oleh karena itu, sayang sekali jika remaja sudah biasa dengan kecanduan minuman beralkohol, karena akan menghambat perkembangan memori dan sel-sel otak.
Ketiga, Odema Otak, dimana akibat miras mengakibatkan pembengkakan dan terbendungnya darah pada jaringan-jaringan otak sehingga mengakibatkan gangguan koordinasi dalam otak secara normal.
Keempat, Sirosis Hati. Penyakit ini ditandai oleh pembentukan jahngan ikat disertai nodul pada hati karena infeksi akut dan virus hepatitis yang menyebabkan peradangan sel hati yang luas dan kematian sel.
Dampak Kelima, dapat menyebabkan Gangguan Jantung. Mengonsumsi minuman beralkohol, apalagi kecanduan, bisa mengakibatkan gangguan Jantung, dimana lama kelamaan Jantung tidak akan berfungsi dengan baik.
Keenam, Gastrinitis, yaitu karena kecanduan minuman keras dimana menyebabkan radang, atau luka pada lambung.
Ketujuh Paranoid, yaitu gangguan kejiwaan karena kecanduan dimana seolah-olah merasa dipukuli, sehingga perilakunya kasar terhadap orang-orang yang ada disekitarnya, atau seperti ada bisikan-bisikan untuk melakukan sesuatu, dan ia akan melakukan sesuatu di luar nalarnya.
Untuk mengatasi dampak negatif terhadap penggunaan minuman beralkohol seperti tersebut di atas, seyogyanya Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur tentang minuman beralkohol. Namun, sangat disayangkan, hingga saat ini belum ada langkah-langkah kongkrit berupa regulasi untuk melarangnya, bahkan Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, telah mengeluarkan instruksi untuk mencabut beberapa Peraturan Daerah yang mengatur tentang minuman beralkohol, dengan alasan bertentangan dengan peraturan per-undang-undangan yang lebih tinggi. Dalam hal ini, terkesan Pemerintah membiarkan atau mengambangkan persoalan minuman beralkohol ini.
Minuman beralkohol pada hakekatnya dapat membahayakan kesehatan jasmani dan rohani, dapat mendorong terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta mengancam kehidupan masa depan generasi bangsa, yang pada gilirannya akan merusak kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, diperlukan turut campur atau pelibatan negara, dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, sebagai penyelenggara negara sudah saatnya mengesahkan rancangan undang-undang yang mengatur tentang larangan minuman beralkohol.
Dengan disahkannya undang-undang tentang minuman beralkohol ini adalah demi terciptanya rasa keadilan masyarakat, landasan sosiologis merupakan kebutuhan masyarakat akan rasa keamanan, ketertiban, dan kenyamanan, dan landasan yuridis dijamin oleh Konstitusi Negara Republik Indonesia, dimana setiap warganegara berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik, dan sehat.
D. DEFINISI MINOL
Adalah minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur ethanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung ethanol (Wikipedia, Ensiklopedia Bebas, 3 Pebruari 2012).
Berdasarkan fakta inilah, kemudian Komisi Fatwa MUI menetapkan batas maksimal kandungan alkohol (sebagai senyawa tunggal, ethanol), yang digunakan sebagai pelarut dalam produk pangan, yaitu 1 (satu) persen. Bagi konsumen Muslim, minuman yang merupakan hasil permentasi yang menghasilkan minuman beralkohol, adalah haram untuk dikonsumsi.
Bahwa minuman beralkohol sebenarnya adalah suatu bahan yang antara lain mengandung alkohol, dimana di dalamnya juga berisi ethanol, yang kalau penggunaannya tidak sesuai dengan aturan yang tercantum dalam UU No. 23/1992 tentang Kesehatan, sangat berbahaya untuk kesehatan manusia.
Untuk mengeksplisitkan pengaturannya, khususnya pengendaliansejak produksi, distribusi dan konsumsi, maka persoalan minuman beralkohol perlu diatur lebih lanjut secara komprehensif dalam bentuk undang-undang. di satu sisi secara medis, zat yang terkandung dalam minuman keras adalah zat adiktif dan termasuk bahan berbahaya bagi kesehatan manusia, namun di sisi lain adalah salah satu komoditi ekonomi yang menyerap tenaga kerja, disamping sebagai tambahan pemasukan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Oleh karena itu, untuk mengatur kedua komoditi yang bersifat positif dan negatif ini, dipergunakan asas keseimbangan kesehatan dan nilai-nilai ekonomis. Pengendalian minuman beralkohol dilaksanakan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan kesehatan pribadi maupun umum. di samping itu pengendalian minuman beralkohol juga diarahkan untuk tidak merugikan kepentingan tenaga kerja, baik di pertanian/perkebunan, maupun di industri minuman. Oleh sebab itu, di dalam rancangan undang-undang ini, salah satunya memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas kemanfaatan untuk publik (umum) secara komprehensif.
Dengan memerhatikan sifat alami dari minuman yang mengandung alkohol, dan mengupayakan penelitian yang terus-menerus secara efektif, maka diharapkan pada suatu saat akan mendapatkan minuman subsitusi yang secara bertahap dapat menggantikan minuman beralkohol, dan tidak berbahaya bagi kesehatan, serta meniadakan dampak negatifdi masyarakat secara luas.
Pemerintah dapat menarik pajak untuk kepentingan pembangunan kesehatan, dan hak asasi manusia yang diatur, dan diakui, serta dilindungi dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 yang telah dijabarkan dalam Undang-Undang No. 23/1992, PeraturanPemerintahNo.19/2003 danberbagaiPeraturanDaerahdi berbagai wilayah Indonesia.
E. PEMBAHASAN
Penyelenggaraann pengendalian minuman beralkohol, merupakan proses yang terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan kepada publik, baik nasional maupun internasional. Asas ini berlakupula bagi parapabrikan minuman beralkohol, dalam menggunakan dananya (corporate social responsibility), untuk berbagai kepentingan publik, antara lain! kesehatan, pendidikan, olahraga, dan sebagainya.
Konsumsiminumanberalkohol sudahmenjadimasalahyang kompleks, tidak saja menyangkut masalah di bidang kesehatan tetapi juga menyangkut masalah-masalah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, dan perpajakan,serta tidakjarangjugamasalahyang berdampak psikologis.
Dengan melihat kajian di atas, minuman beralkohol pada dasarnya merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat, oleh karena itu, secara filosofis, pembentukan RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol, merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa Indonesia, dikuatkan pula dengan hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dari ancaman ketakutan untuk berbuat, atau tidak berbuat sesuatu, yang merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, dan sehat, serta berhak mernperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 G, ayat (1), dan Pasal 28 H, ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Karenanya peredaran minumn keras perlu diatur, mengingat aspek pertimbangan sosiologis berkaitan denganpermasalahan empiris, dan kebutuhan yang dialami oleh masyarakat, yang menyangkut tentang pengaturan dan pengendalian minuman beralkohol. Oleh karena itu, secara sosiologis, UU tentang Larangan Minuman Beralkohol haruslah memberikan jawaban atau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penanganan bahaya yang diakibatkan oleh minuman beralkohol.
Sementara itu, jika kebiasaan dari sebagian masyarakat, atau di daerah-daerah tertentu mengonsumsi minuman beralkohol karena dianggap merupakan warisan tradisional (arak, tuak, Sopi, Lapen, dll), jika dikaitkan dengan sisi agama, dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, dan minuman beralkohol hukumnya haram, maka hal ini akan sangat bertolakbelakang. Aspek sosiologis lainnya, adalahbagaimaname-“manage” dampak negatif dari minuman keras dengan cara pencegahan (preventive), pengurangan resiko (preparedness), daya tanggap (response), serta upaya pemulihan (recovery), akibat minum minuman beralkohol.
Alasan lain adalah pertimbangan sosiologis berkaitan denganpermasalahan empiris, dan kebutuhan yang dialami oleh masyarakat, yang menyangkut tentang pengaturan dan pengendalian minuman beralkohol. Oleh karena itu, secara sosiologis, UU tentang Larangan Minuman Beralkohol haruslah memberikan jawaban atau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penanganan bahaya yang diakibatkan oleh minuman beralkohol.
Sementara itu, jika kebiasaan dari sebagian masyarakat, atau di daerah-daerah tertentu mengonsumsi minuman beralkohol karena dianggap merupakan warisan tradisional (arak, tuak, Sopi, Lapen, dll), jika dikaitkan dengan sisi agama, dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, dan minuman beralkohol hukumnya haram, maka hal ini akan sangat bertolakbelakang. Aspek sosiologis lainnya, adalahbagaimaname-“manage” dampak negatif dari minuman keras dengan cara pencegahan (preventive), pengurangan resiko (preparedness), daya tanggap (response), serta upaya pemulihan (recovery), akibat minum minuman beralkohol.
F. ASPEK YURIDIS
Mengenaii peraturan yang membahas peredaran dan produksi Minol, selama ini di atur oleh! penjualan bir.
Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol (“Perpres 74/2013”) mengatur minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor dikelompokkan dalam golongan:
[1] Minuman Beralkohol golongan A, yaitu minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5%!
Minuman Beralkohol golongan B, yaitu minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 5% sampai dengan 20%! dan Minuman Beralkohol golongan C, yaitu minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 20% sampai dengan 55%.
Minuman beralkohol hanya dapat diperdagangkan oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin memperdagangkan minuman beralkohol sesuai dengan penggolongan di atas dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
[2] Berikut adalah beberapa ketentuan dalam penjualan minuman beralkohol:
[3] Minuman beralkohol golongan A, B, dan C hanya dapat dijual di: hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan! toko bebas bea! dan tempat tertentu selain huruf a dan b yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus ibukota Jakarta, dengan ketentuan tempat tersebut tidak berdekatan dengan tempat peribadatan, lembaga pendidikan dan rumah sakit.
Minuman beralkohol golongan A juga dapat dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan. Penjualan minuman beralkohol dilakukan terpisah dengan barang-barang jualan lainnya.
Lebih lanjut mengenai penjualan minuman beralkohol di atur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol (“Permendag 20/2014”) berikut aturan perubahannya.
Berdasarkan Permendag 20/2014, penjualan minuman beralkohol untuk diminum langsung di tempat hanya dapat dijual di:
[4] Hotel, restoran, bar sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan! dan tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Provinsi Daerah Khusus ibukota Jakarta.
Lalu, penjualan minuman beralkohol secara eceran hanya dapat dijual oleh pengecer, pada:
[5] Toko bebas bea (TBB)!
Tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus ibukota Jakarta!
Khusus bagi minuman beralkohol golongan A juga dapat dijual di supermarket dan hypermarket.
[6] Pengecer wajib menempatkan minuman beralkohol pada tempat khusus atau tersendiri dan tidak bersamaan dengan produk lain.[7] Selain itu, perlu diketahui juga bahwa pengecer atau penjual langsung dilarang memperdagangkan minuman beralkohol di lokasi atau tempat yang berdekatan dengan:
[8] Gelanggang remaja, kaki lima, terminal, stasiun, kios-kios kecil, penginapan remaja, dan bumi perkemahan!
tempat ibadah, sekolah, rumah sakit! dan tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bupati/ Walikota atau Gubernur Daerah Khusus ibukota Jakarta untuk Provinsi Daerah Khusus ibukota Jakarta, dengan memperhatikan kondisi daerah masing-masing.
Penjualan minuman beralkohol hanya dapat diberikan kepada konsumen yang telah berusia 21 tahun atau lebih dengan menunjukkan kartu identitas kepada petugas/pramuniaga.
[9] Ini berarti, di tempat hiburan atau tempat makan diperbolehkan menjual minuman beralkohol asalkan sesuai dengan persyaratan yang telah dijelaskan di atas dan juga pelaku usaha harus memiliki izin memperdagangkan minuman beralkohol.
Promosi Bir dan Donasi ke Panti Asuhan
Terkait dengan promosi bir, perlu diketahui juga bahwa importir terdaftar minuman beralkohol (“IT-MB”), distributor, sub distributor, penjual langsung, dan pengecer dilarang mengiklankan minuman beralkohol dalam media massa apapun.
[10] Ini berarti promosi tidak boleh dilakukan di media massa, akan tetapi jika dipromosikan di tempat hiburan atau tempat makan, maka hal ini diperbolehkan.
Jika IT-MB, distributor, sub distributor, penjual langsung, dan pengecer mengiklankan minuman beralkohol di media massa maka yang bersangkutan dapat dikenai sanksi administratif berupa pencabutan penetapan sebagai IT-MB, Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol, Surat Keterangan Pengecer Minuman Beralkohol golongan A, Surat Keterangan Penjual Langsung Minuman Beralkohol golongan A dan/atau izin teknis.
[11] Mengenai donasi sejumlah tertentu dari pembelian produk bir ke panti asuhan, misalkan saja panti asuhan tersebut berbentuk yayasan, maka ketentuannya merujuk kepada aturan mengenai kekayaan yayasan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU Yayasan”) berikut aturan perubahannya.
Pasal 26 UU Yayasan menjelaskan mengenai kekayaan yayasan yang bunyinya adalah sebagai berikut:
(1) Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang.
(2) Selain kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kekayaan Yayasan dapat diperoleh dari: sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat! wakaf! hibah! hibah wasiat! dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, maka berlaku ketentuan hukum perwakafan.
(4) Kekayaan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
Kemudian, Penjelasan Pasal 26 ayat (2) huruf a UU Yayasan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat adalah sumbangan atau bantuan sukarela yang diterima yayasan, baik dari negara, masyarakat, maupun dari pihak lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, boleh saja jika sumbangan yang diberikan untuk panti asuhan yang berbentuk yayasan diambil dari hasil penjualan bir, selama sumbangan tersebut tidak mengikat dan tidak bertentangan dengan undang-undang.
Rancangan UU Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol) yang sedang dibahas DPR menuai pro kontra. RUU ini dianggap penting untuk membatasi peredaran miras, tapi sisi lain dianggap tak perlu karena ada ketentuan lain yang sudah mengatur.
Lalu, bagaimana proses RUU Minuman Beralkohol untuk menjadi undang-undang?
RUU ini adalah usul anggota DPR, yaitu 21 anggota PPP, 2 anggota PKS, dan 1 anggota Gerindra. di luar itu, PAN dengan 44 anggota bersiap untuk memberi dukungan.
RUU Minol mulai dirapatkan karena DPR sudah menetapkannya masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020, artinya RUU ini termasuk prioritas untuk diselesaikan bersama 36 RUU lainnya. Jika tak selesai 2020, maka bisa jadi prioritas tahun selanjutnya.
Di dalam RUU Minol ada aspek pidana Digi para pelanggar UU ini nantinya. (RUU Minol) mengatur sanksi pidana bagi para peminum atau orang yang mengonsumsi minuman beralkohol, berupa pidana penjara maksimal dua tahun atau denda maksimal Rp50 juta.
Sanksi pidana atau denda tersebut tertuang di Pasal 20 Bab VI tentang Ketentuan Pidana RUU Minol.
“Setiap orang yang mengonsumsi minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp50 juta,” demikian bunyi draf beleid tersebut seperti yang diunduh dari situs DPR.
Pasal 7 Bab III mengenai larangan yang dimaksud di atas mengatur bahwa setiap orang dilarang mengonsumsi minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional dan minuman beralkohol campuran atau racikan.
Sanksi pidana dan denda bagi peminum bisa ditambah jika yang bersangkutan dinilai mengganggu ketertiban umum atau mengancam keamanan orang lain.
Sebagaimana tertuang pada Pasal 21 angka (1) Bab VI tentang Ketentuan Pidana RUU Minol, sanksi pidana penjara bagi peminum minol yang mengganggu ketertiban umum atau mengancam keamanan orang lain ditingkatkan menjadi maksimal lima tahun atau denda maksimal Rp100 juta.
Bahkan pada Pasal 21 angka (2) dinyatakan apabila peminum minol terbukti menghilangkan nywa orang lain maka pidana akan ditambah sebesar sepertiga dari pidana pokok.
Selain kepada peminum, RUU Minol juga mengatur ancaman sanksi bagi orang yang memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan menjual minol.
Pasal 18 Bab VI Ketentuan Pidana RUU Minol menyatakan bahwa orang yang memproduksi minol bisa dipenjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp1 miliar.
Sementara Pasal 19 Bab VI Ketentuan Pidana RUU Minol mengatur ketentuan bahwa orang yang memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan menjual minol bisa dijerat pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar.
RUU Minol juga mengatur tiga klasifikasi minol berdasarkan kadar etanolnya, tepatnya pada Pasal 4 Bab II tentang Klasifikasi.
Rancangan aturan itu menyebut minuman alkohol golongan A ialah yang berkadar etanol 1 hingga 5 persen, minol golongan B berkadar etanol 5 sampai 20 persen, serta minol golongan C berkadar etanol 20 hingga 55 persen.
Meski begitu, larangan bagi masyarakat untuk memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, menjual, serta mengonsumsi minol tidak berlaku untuk beberapa kepentingan.
Pasal 8 angka (2) Bab III tentang Larangan dituliskan pengecualian RUU Minol diberikan untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan di tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.
H. KESIMPULAN
Kekhawatiran segelintir pihak bahwa jika Indonesia memiliki Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol akan membuat produksi miras oplosan marak tidak sepenuhnya berdasar. Justru jika nanti RUU Larangan Minuman Beralkohol (LMB) disahkan menjadi undang-undang (UU) dan ditegakkan secara konsisten produksi dan distribusi etanol dan metil alkohol (metanol) sebagai bahan baku miras oplosan akan lebih tertata. UU Minol (LMB) yang baru menjadi payung hukum undang-undang di bawahnya seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah sekaligus juga menggantikan peraturan lama yang terkesan masih melonggarkan peredaran dan produksi Minol.
Berdasar uraian di atas maka perlu adanya pengendalian minuman beralkohol, karena menyangkut hak-hak asasi manusia untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat, dan untuk berkreasi dan berekspresi, hak dan kewajiban warga negara, keuangan negara, dan untuk mendapatkan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia tersebut, maka pengendalian minuman beralkohol, merupakan salah satu ikhtiar untuk mengurangi dampak dari peredaran miras.(***)
Daftar Pustaka:
1. Aji Setiawan, Perlunya Undang-Undang Minuman Beralkohol, Pikiran Rakyat, 25 November 2020.
2. RUU Minol DPR RI tanpa no dan tahun. Draft Tahun 2020.
3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan!
Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol!
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 72/M-DAG/PER/10/2014 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman BeralkohoL, yang kedua kalinya diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, yang ketiga kalinya diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32/M-DAG/PER/5/2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/ M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, yang keempat kalinya diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47 Tahun 2018 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, yang kelima kalinya diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, yang keenam kalinya diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019 tentang Perubahan Keenam atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
[1] Pasal 3 ayat (1) Perpres 74/2013
[2] Pasal 4 ayat (4) Perpres 74/2013
[3] Pasal 7 Perpres 74/2013
[4] Pasal 14 ayat (1) Permendag 20/2014
[5] Pasal 14 ayat (2) Permendag 20/2014
[6] Pasal 14 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol
[7] Pasal 16 ayat (1) Permendag 20/2014
[8] Pasal 28 Permendag 20/2014
[9] Pasal 15 Permendag 20/2014
[10] Pasal 30 Permendag 20/2014
[11] Pasal 48 Permendag 20/2014.