CILACAP.INFO – Tidak sedikit para peternak ayam broiler yang merasakan beternak ayam dengan sistem kemitraan. Yakni suatu sistem ternak bagi hasil antara perusahaan (Pemilik Modal) dan peternak (Pemilik Kandang).
Menurut peternak berinisial x, sistem kemitraan terkadang tak masuk diakal dibanding sistem makloon. Pasalnya pada sistem kemitraan, pemilik modal yakni perusahaan untuk bermitra dengannya peternak harus punya jaminan seperti BPKB Kendaraan.
Selain itu, hadirnya para pertenak untuk bergabung bersama perusahaan ayam juga diibaratkan seperti berdagang. Contohnya misal harga ayam yang dibeli perusahaan melalui perusahaan pembibitan yang menghasilkan (DOC) tentu harganya lebih murah.
Jika peternak yang membelinya dalam skala kecil, yakni 1 box bisa Rp700.000 keatas, sedangkan perusahaan membelinya dengan skala besar dan langganan sehingga jauh lebih murah, antara Rp500.000. Namun justru saat penghitungan, perusahaan menghitungnya dengan cara seperti halnya menjual ke pedagang, yakni Rp700.000. Selain itu harga obat juga dihitungnya seperti halnya beli obat di toko.
Sudah begitu jika Pur atau pakan datang dengan truk, sang sopir meminta jatah uang dan itu juga sudah dikatakan oleh perusahaan jika memang seperti itu. Sudah begitu tak ada biaya operasional, padahal peternak juga butuh uang untuk membeli bahan pemanas untuk ayam dan lain sebagainya.
Beternak ayam sistem kemitraan dengan jangka waktu yang hampir sama dengan ayam pejantan akan rentan dengan berbagai macam penyakit dan juga kematian meski peternak sudah merawatnya dengan maksimal.
Sistem yang tak masuk diakal jelas menguntungkan perusahaan atau pemilik modal, sedang peternak tak mendapatkan apa-apa. Menurut perhitungan harga ayam, sisa dan bobot ayam, perusahaan jelas untung, ditambah untung juga dari harga pakan, obat dan lain-lain yang datanya diberikan kepada peternak sama dengan harga di toko.
Misal saja saya memesan Gas Rolek, mereka malah menjualnya dengan harga ditas harga pasar, padahal saya memiliki gas rolek juga 2 buah. Kata x.
Maka dari itu sistem makloon lebih baik dari beternak ayam sistem kemitraan. Pasalnya dalam sistem Makloon tidak ada jaminan seperti BPKB, hanya modal kandang, termasuk air, dan wadah pakan.
Saya yakin tak ada peternak yang mengurus ayam asal-asalan, karena mereka juga tau perawatan yang baik, bobot yang baik akan mempengaruhi bayaran yang diterima. Semakin baik ya semakin baik pula. Ujar x.
Waktu saya ternak ayam makloon, ayam datang ada uang operasional, dan saya gunakan untuk membeli bahan bakar, dalam hal ini serbuk gergaji untuk dimasukan ke dalam drum dan lalu dibakar guna menghangatkan ruangan.
Untuk jangka waktu beternak ayam sistem makloon juga jangka waktunya relatif lebih cepat berkisar 28 sampai 35 hari. Hasil yang diperoleh pun tak jauh berbeda dengan kemitraan, hampir selalu dapat setiap panennya. Perhitungannya per ekor 1000 rupiah dan bisa lebih, jika katakanlah ternak dengan 3000 ekor ayam dimulai DOC (Day Old Chicken) dan katakan mati 100, bobotnya bagus, maka saya bisa dapat 2.9 juta belum diplus dikasih uang operasional kan lebih dan bonus kalau bagus juga ada. Kata dia
Hanya saja kini perusahaan makloon banyak yang bangkrut hingga gulung tikar semenjak harga ayam lebaran tahun lalu anjlok karena permainan broker.
Disinggung terkait beternak ayam dengan modal sendiri, X menilai banyak resikonya dan untungnya minim, pasalnya ia pernah mencobanya meski dengan skala kecil.
“Beternak sendiri membutuhkan modal yang tidak sedikit, selain itu harga 1 box DOC mahal, obatan-obatan dan termasuk biaya perawatan mahal. Jika dihitung malah kadang pas, kadang rugi dan kadang untung. Misalnya harga pur, kalau peternak biasa beli pur ditoko bisa 350 keatas tergantung merk dan kualitas, namun jika perusahaan karena mereka beli skala besar maka harga jauh lebih murah.” Terang x yang mengaku pernah bekerja di Poultry Shop, sehingga ia tau.