Kalau Corona versiku lain, “kon rono” (suruh pergi sana). Suruh pergi pada pembuatnya, biar merasakan corona.
Janganlah kita terlalu fokus (pada corona). Kalau tidak kuat bisa syirik. Sekarang banyak yang bungkam untuk memperingatkan bahaya syirik karena corona.
Mereka meyakini bahwa penyakit ini memberi efek yang besar padahal tidak ada yang bisa memberi manfaat dan madharat kecuali Allah.
بسم الله الذي لا يضر مع اسمه شيء في الارض ولا في السماء وهو السميع العليم
Jangan karena corona timbul pemisah antara kita (social distancing). Saling curiga antar pembeli dan penjual. Keduanya saling suudzon jangan-jangan ia terjangkit corona. Ketika sudah berhadap-hadapan sedemikian maka mudah saja ada pihak yang menyulut.
Ketika Indonesia sudah dicekam ketakutan akan mudah diprovokasi. Jangan takut kelaparan, apalagi Indonesia banyak para walinya. Kemana iman kita? Kemana keyakinan kita pada Allah? Orang yang membaca Laa Ilaaha Illallah masuk dalam bentengnya Allah apalagi bentengnya Indonesia sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa.
Pasar sepi. Toko sepi. Nasib kota seperti kuburan. Ketika saya ditanya saya balik tanya “Corona itu tuhan gak?” Gak Bib “Lha kalau tidak tuhan kenapa takut? Sama neraka gak takut sama corona kok takut?”.
Ingin Indonesia jaya? Ingin Indonesia bersatu? Mari jaga persatuan bukan karena corona. yang dagang tetap dagang, yang bekerja tetap bekerja, yang sekolah tetap sekolah dan ikhtiyar tetap ikhtiyar.
Lha Bib nanti mati kalau kena corona? “Apa corona itu perwakilan Izrail? Corona seperti apapun kalau izrail belum datang pasti tetap panjang umur. Tapi juga wajib ikhtiyar”.
Ibarat sedang dijalan raya yang ramai kendaraan jangan pokoke tawakkaltu ala Allah, kita harus hati-hati menyeberang biar tidak tertabrak.
Tampilkan Semua