Hukum Populis Vs Hukum Ortodok

ilustrasi demokrasi masyarakat
ilustrasi demokrasi masyarakat

CILACAP.INFO – Populisme adalah sejumlah pendekatan politik yang dengan sengaja menyebut kepentingan “rakyat” yang sering kali dilawankan dengan kepentingan suatu kelompok yang disebut “elit”. Populisme memiliki berbagai macam definisi, dan istilah ini sendiri berkembang pada abad ke-19 dan semenjak itu maknanya berubah-ubah. di Eropa, tidak banyak politikus atau partai yang menggambarkan diri mereka sebagai “populis”.

Dalam ilmu politik, istilah ini telah digunakan dengan definisi yang bermacam-macam, tetapi ada juga beberapa ahli yang menolak penggunaan istilah ini.

bagaimana hukum bekerja dalam sebuah situasi politik tertentu dan tentang hukum sebagai perwujudan dari keadilan. Tulisan ini membahasa terkait relasi dua hal tersebut di Indonesia serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi lahirnya hukum dari aktivitas politik dengan menitikberatkan dalam konteks hubungan antara politik dan hukum, termasuk di dalamnya mengkaji apa pengaruhnya politik terhadap hukum dalam sistem hukum di Indonesia.

Hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aliran positivisme yang memandang hukum itu terbatas pada yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan, bahkan aliran ini akan terus mengokohkan dirinya dalam perkembangan sistem hukum Indonesia ke depan. Nilai-nilai moral dan etika serta kepentingan rakyat dalam kenyataan-kenyataan sosial di masyarakat hanya sebagai pendorong untuk terbentuknya hukum yang baru melalui perubahan, koreksi serta pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru.

Melihat materi muatan perundang-undangan saat ini, politik hukum pidana nasional dinilai masih lebih mengedepankan kepentingan elit politik ketimbang nasib rakyat. Tak sedikit materi muatan dibuat sedemikian rupa dengan tujuan mempertahankan status quo.

Politik hukum sering dipakai untuk melihat bagaimana lembaga-lembaga negara mengekspresikan keinginan dalam bentuk perundang-undangan. Satjipto Rahardjo, pendukung aliran hukum progressif, mengartikan politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat.

Prof Soedarto (alm) mengatakan politik hukum adalah kebijakan negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Pendekatan ilmiah dengan menggunakan politik hukum antara lain pernah dipakai oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Moh Mahfud MD. Menurut Prof. Mahfoed, hukum populis merupakan produk hukum yang berpihak pada kepentingan rakyat.

Senada dengan Mahfud, Dr. Mahmuzar, pakar hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarief Kasim (Unsiska) Riau berpendapat, hukum populis merupakan produk hukum yang berpihak pada kepentingan rakyat, dimana hukum populis melawan vis a vis produk hukum ortodok. Hukum Ortodok adalah hukum yang menindas. Ini dikarenakan kurangnya kepedulian pembentuk Undang-Undang terhadap nasib rakyat. Teori hukum populis melawan hukum Ortodok, hukum yang menindas itu dipakai Prof .Mahfud dalam buku “Politik Hukum di Indonesia”.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Aswanto, berpendapat politik hukum pidana nasional masuk kategori ortodoks. Dengan menggunakan pandangan Philippe Nonet dan Philip Selznic, penulis buku Law and Society in Transition: toward Responsive Law, Prof Aswanto mengatakan pengaturan pidana dalam banyak peraturan perundang-undangan tidak sinkron, malah saling bertentangan. Itu bisa terjadi karena hukum pidana masih bersifat ortodoks. Hukum semata-mata dijadikan sebagai instrumentalia oleh penguasa.

Politik hukum ortodoks lazimnya dipakai sebagai lawan dari politik hukum responsif. Untuk model yang terakhir ini, hukum lebih digunakan sebagai legitimasi keinginan masyarakat. Pada politik hukum pidana yang ortodoks. Hukum pidana yang dilahirkan adalah hukum pidana yang cenderung melindungi kepentingan elit politik.Kepentingan elit politik yang lebih dikedepankan.

Walhasil, aspek kesejahteraan rakyat dalam peraturan perundang-undangan nasional kurang diperhatikan.Aspek kesejahteraan sosialnya sangat kering. (*) Aji Setiawan.

Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait