Dalam kitab Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, Sayyid Abdul Aziz al-Darani menggunakan parabel (perumpamaan) menarik untuk menguraikan hikmah dirahasiakannya lailatul qadr. Dijelaskan dengan ringan dan mudah dicerna, sekaligus fungsional untuk diterapkan. Ia mengatakan:
إنّ الله تعالي أخفي ليلة القدر في رمضان ليجتهد المؤمنين في سائر الشهر كما أخفي الولي بين المؤمنين ليحترم الجميع
Terjemah bebas: “Sesungguhnya Allah ta’ala merahasiakan Lailatul Qadar di (bulan) Ramadhan agar orang-orang beriman berusaha (melakukan ibadah dengan gigih) di sisa bulan (Ramadhan) seperti halnya Allah merahasiakan seorang wali di antara orang-orang beriman agar semua (orang) dimuliakan (atau diperlakukan dengan hormat)” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003, h. 167)
Sayyid Abdul Aziz menggunakan perumpamaan yang setara, karena keduanya mengandung kerahasiaan. Ia menjelaskan hikmah dibalik dua “kerahasiaan” tersebut. Pertama, hikmah dirahasiakannya waktu Lailatul Qadar, dan kedua, hikmah dirahasiakannya kedudukan wali seseorang. Dalam tulisan ini kita hanya akan membahas hikmah dirahasiakannya Lailatul Qadar.
Dengan dirahasiakannya waktu Lailatul Qadar, manusia akan tergerak untuk berusaha, dan beribadah setiap hari di bulan Ramadhan. Dalam pencariannya, jika manusia tidak berhasil mendapatkannya, ia telah mengumpulkan banyak kebaikan. Bisa jadi karena kegigihannya, Allah menuntunnya untuk mendapatkan Lailatul Qadar, sehingga Allah akan menghilangkan kantuknya! melenyapkan malasnya, dan menguatkan istiqamahnya ketika Lailatul Qadar datang.
Andai waktu Lailatul Qadar dipastikan saat dan tanggalnya, manusia hanya akan menunggu, tidak berusaha mencarinya. Apalagi kebaikan yang akan didapatkan berlipat-lipat banyaknya. Imam Mujahid mengatakan:
عباتها خير من عبادة ألف شهر صيام وقيام
“Beribadah (di malam Lailatul Qadar) lebih baik dari ibadah seribu bulan berpuasa dan shalat malam.” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, h. 167)
Tampilkan Semua